TEORI
KONSTITUSI DAN PERKEMBANGAN
HUKUM TATA NEGARA
FUNGSI DAN MUATAN KONSTITUSI
Oleh :
KELOMPOK
IV
Muhammad
Prima Ersya 0921211007
Harry
Tyajaya 0921211024
Rispalman
0921211026
Regina
Malviani 0921211031
Fakultas Hukum
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
ANDALAS
PADANG
2010
Fungsi Konstitusi Di Negara Hukum
1.1 Negara Hukum
Istilah rechtaat (Negara
Hukum) adalah suatu istilah yang masih muda, baru muncul pada abad ke-19 jika
dibandingkan dengan istilah terkenal lainnya dalam ketatanegaraan seperti
demokrasi, konstitusi dan kedaulatan dan sebagainya. Menurut Prof. Soediman, SH
adalah :
Istilah ini pertama kali
digunakan oleh Rudolf Von Gneist (1816-1895), seorang guru besar di Berlin, Jerman,
dimana dalam bukunya “das Englishe Verwaltungrecht” (1875), ia mengunakan istilah rechstaat untuk negara Inggris[1].
Namun secara konsepsi,
konsep negara hukum sudah dicetuskan sejak abad ke-17 di negara-negara eropa
barat, bersama-sama dengan timbulnya perjuangan atas kekuasaan yang tidak
terbatas dari penguasa yaitu raja yang berkekuatan absolut. Bentuk pemerintahan
yang tiran sehingga pada masa itu kita mengenal revolusi Perancis[2].
Cita negara hukum pertama kalinya dikemukakan
oleh Plato dan dipertegas oleh Aristoteles. Menurut Plato, penyelenggaraan negara
yang baik adalah negara yang diperintah dengan kontitusi dan berkedaulatan hukum,
karena yang memerintah dalam negara bukan manusia melainkan pikiran yang adil,
dan kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya suatu hukum[3]. Sesuai
dengan filosof Romawi kuno Cicero dengan
ibi sosiates ibi ius, dimana ada masyarakat disitu ada hukum.
Konsep negara hukum dijalankan
sejalan dengan pembagian kekuasaan, Jhon Locke membatasi kekuasaan penguasa negara
dengan hak-hak warga negara yang dilindungi oleh negara, dalam hal ini terdapat
tiga lapangan kekuasaan[4]:
- Kekuasaan legislative atau pembuat undang-undang
- Kekuasaan Eksekutif atau kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang dan mengadili
- Kekuasaan federatif atau kekuasaan yang menyangkut hubungan luarbiasa Negara.
Kemudian muncul teori Montesque yang
membagi kekuasaan meliputi yudikatif, legislatif dan eksekutif. Kemudian JJ.
Rosseau (1762) yang menyatakan teori kontrak sosial dimana individu berada
dalam keadaan yang sederajat. Pembatasan kekuasaan bisa dilakukan dengan
supremasi hukum dimana tindakan harus berakar pada hukum.
Di negara Anglo saxon
konsep rechtstaat dikenal dengan
istilah rule of law yang dipelopori
oleh AV. Dicey, mengemukakan tiga unsur utama pemerintahan yang kekuasaannya di
bawah hukum (the rule of law) yaitu;
- Supremasy of law artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi didalam Negara ialah hukum (kedaulatan hukum)
- Equality before law artinnya artinya persamaan dalam kedudukan hukum bagi semua warga negara baik secara pribadi maupun dalam kualifikasinya sebagai pejabat negara
- Contitution based on Individual Right artinya konstitusi itu bukan merupakan sumber dari hak-hak azazi manusia itu diletakkan dalam konstitusi itu hanya sebagai penegasan bahwa hak azazi itu harus dilindungi.
1.2 Fungsi
Konstitusi
Konstitusi didefenisi sebagai ketentuan hukum yang disusun secara sistematik untuk menata dan mengatur pada
pokok-pokok dan fungsi lembaga-lembaga pemerintah, termasuk dalam hal ikhwal
kewenangan dan batasan lembaga itu. Dalam artinya yang lebih sempit, konstitusi
diartikan sebagai dokumen yang memuat ketentuan-ketentuan hukum tersebut.
Untuk memahami makna konstitusi secara utuh dan menyeluruh orang haruslah
membongkar dan menelaah seluruh isi blackbox yang menyiratkan ide-ide hukumnya dan tidak cukup kalau cuma menangkap proksi-proksi
atau cuatan-cuatan indikatifnya yang tampak dipermukaan sebagai pasal-pasal
perundang-undangan saja. [5]
Konstitusi
dalam arti luas dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut sebagai
undang-undang dasar, maupun tidak tertulis. Hampir semua negara memiliki
kontitusi tertulis, hanya beberapa negara yang tidak memilki konstitusi dalam
bentuk tertulis, di antaranya Inggris dan Israel. Kerajaan Inggris misalnya,
dikenal sebagai negara konstitusional tanpa memiliki konstitusi tertulis atau
undang-undang dasar. Artinya, nilai-nilai dan norma-norma yang hidup dalam
praktek penyelenggaraan negara diakui sebagai hukum dasar di negara
tersebut.
Konstitusi tidak tertulis
itu bersifat kurang tegas dan terang juga tidak sistematis. Tetapi sebaliknya
ia tidak kaku seperti undang-undang dasar (tertulis) melainkan bersifat luwes
mudah diubah sehingga mudahlah ia menyesuaikan diri dengan keadaan.[6] Membedakan secara prinsipil konstitusi tertulis dengan tidak tertulis
adalah tidak tepat. Sebutan konstitusi tidak tertulis hanya dilawankan pada
konstitusi modern yang lazim ditulis menjadi naskah.[7]
Herman Heller
memperlihatkan konstitusi punya arti yang lebih luas daripada undang-undang dasar yaitu :
a. Konstitusi mencerminkan kehidupan
politik di dalam masyarakat bukan Hukum melainkan sosiologis atau politik
sebagai suatu kenyataan.
b. Unsur-unsurnya hidup dalam
masyarakat itu dapat dijadikan suatu kaidah hukum.
c. Orang menulisnya dalam suatu
naskah sebagi Undang-Undang yang tertinggi yang berlaku pada suatu Negara.
Dalam
sejarahnya di dunia barat, konstitusi dimaksudkan untuk untuk menentukan batas
wewenang penguasa, menjamin hak rakyat dan mengatur jalannya pemerintahan untuk
mengatur kehidupan bersama dan cita-citanya dalam suatu negara. Selanjutnya kedudukan dan fungsi konstitusi ditentukan oleh ideologi yang
melandasi negara.[8] Maka itu dapat dikatakan bahwa undang-undang dasar mempunyai fungsi yang
khas, yaitu membatasi kekuasaan
pemerintah sedemikan rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih
terlindungi. Gagasan ini dinamakan konstitusialisme.
Menurut
Carl J Friedrich dalam bukunya Constitusional
Goverment and Democracy, Konstitusionalisme ialah:
“ merupakan gagasan bahwa
pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas
nama rakyat tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan
menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak
disalahkan oleh mereka yang mendapat tugas memerintah.”
Jika
dilihat dari pendapat diatas maka cara pembatasan yang paling efektif ialah
dengan cara membagi kekuasaan sehingga konstitualisme menyelenggarakan sistem
pembatasan dengan efektif atas tindakan-tindakan pemerintah. Pada dasarnya
pembatasan ini akan tercermin dalam undang-undang
dasar atau konstitusi sehingga konstitusi mempunyai fungsi yang khusus dan merupakan
perwujudan dan manifestasi dari hukum yang tertinggi (supremation of law)
yang harus ditaati bukan hanya oleh rakyat tetapi oleh pemerintah serta
penguasa sekalipun seperti pada perkembangannya :
1. Dimulai pada tahun 1215, Di
Inggris
Raja Jhon dipaksa
untuk mengakui oleh beberapa bangsawan hak mereka yang kemudian dicantumkan
dalam Magna Charta yang kemudian di pandang dunia barat sebagai permulaan dari
gagasan konstitusionalisme serta pengakuan terhadap kemerdekaan rakyat.
2. Tahun 1778, Di Amerika
Adanya perjuangan
pengakuan hak-hak asazi manusia dengan adanya Bill Of Right oleh Virginia di
situ dicantumkan bahwa setiap manusia sebenarnya diciptakan untuk bebas dengan
dikarunia hak-hak yang tidak dapat dirampas dan semua kekuasaan itu sebenarnya
berasal dari rakyat.
3. Tahun 1779, Di Perancis
Revolusi Perancis muncul karena perlakuan raja–raja yang absolut
akibatnya diproklamirkan suatu
pernyataan tentang hak-hak dan kemerdekaan rakyat yang terkenal sebagai declaration
des droits de l’homme et du citoyen yang menunjukkan adanya pembatasan akan
kekuasaan raja.
4. Negara-negara komunis
Konstitusi mempunyai
fungsi ganda di satu pihak mencerminkan kemenangan-kemenangan yang telah
dicapai dalam perjuangan ke arah tercapainya masyarakat komunis dan merupakan
pencatatan formil dan legal dari kemajuan yang telah dicapai. Di pihak lain
konstitusi sebagai Undang-Undang Dasar memberkan rangka dan dasar hukum untuk
perubahan masyarakat yang dicita-citakan dalam tahap perkembangannya.
Secara sederhana pada dasarnya konstitusi mempunyai fungsi, sebagai berikut :
- menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai suatu fungsi konstitusionalisme;
- memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah;
- sebagai instrumnen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal (baik rakyat dalam sistem demokrasi atau raja dalam sistem monarki) kepada organ-organ kekuasaan negara;
Menurut
William G. Andrews, dapat dirumuskan beberapa fungsi konstitusi yang sangat
penting baik secara akademis maupun dalam praktek, yaitu; (a) menentukan
pembatasan terhadap kekuasaan sebagai satu fungsi konstitualisme; (b)
memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintahan; (c) menjadi instrumen
untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal (baik rakyat dalam
sistem demokrasi maupun raja dalam sistem monarki) kepada organ-organ kekuasaan
negara. Selanjutnya, Thomas Paine menambahkan dengan fungsi-fungsi lain, yaitu;
(d) sebagai kepala negara simbolik; dan (e) sebagai kitab suci simbolik dari
suatu agama civil atau syari’at negara (civil religion).
Henc van Maarseveen[9] menyatakan “Constitutions are seen as a
variable function of cult of national character”. Dari sudut pandang nasional,
konstitusi suatu negara memiliki fungsi yang sesuai dengan situasi karakter
bangsa yang bersangkutan serta dengan tujuan yang hendak dicapai negara
tersebut. Selanjutnya Henc van Maarseveen menyebutkan fungsi konstitusi adalah
1. Fungsi Ideologi
Konstitusi mengandung
indoktrinasi (komitmen) ideologi sehingga konstitusi dipandang sebagai
instrumen ideologi. Dengan kata lain konstitusi merupakan perumusan dari
cita-cita awal didirikannya negara. Hal itu dirumuskan secara keseluruhan atau
sebagian.
2. Fungsi Nasionalistik
Konstitusi merupakan
kontribusi dari perasaan semangat kebangsaan. Dalam kondisi seperti ini
konstitusi dipandang memiliki fungsi integrasi.
3. Fungsi Regulasi
Konstitusi memiliki
fungsi menstabilisasikan dan mengatur kehidupan bernegara. Negara awalnya
merupakan keinginan-keinginan politik yang belum stabil. Muncul dari
kekuatan-kekuatan sosial maupun kekuatan-kekuatan politik dari luar.
Selanjutnya konstitusi berfungsi menstabilisasikan keinginan-keinginan dan
kekuatan-kekuatan politik tadi. Dengan kata lain konstitusi memberikan jaminan
stabilitas dalam masyarakat dengan menentukan pola-pola sikap dan tindak-tanduk
dari setiap elemen negara (individu, organ negara dan aparat).
4. Fungsi Rasionalisasi
Konstitusi dalam
kenyataannya merupakan pengungkapan dari keinginan-keinginan politik,
tujuan-tujuan politik dan cita-cita negara yang formulasikan dalam terminologi
yuridis. Konstitusi bukan lagi perwujudan keinginan cita-cita dan
tujuan politik atau pernyataan ungkapan politik semata, tetapi sudah menjelma
menjadi ungkapan yuridis (legal statement).
5. Fungsi Hubungan Masyarakat
Konstitusi memiliki
fungsi yang menimbulkan respek (mematuhi/rasa hormat) baik ke dalam maupun
keluar. Maksudnya konstitusi berfungsi memasyarakatkan negara secara intern
maupun ekstern.
6. Fungsi Simbol
Konstitusi merupakan
formulasi dari norma-norma dan nilai-nilai dasar kehidupan manusia dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berproses membentuk nilai dan norma
dasar. Nilai dan norma dasar itu tidak lain kristalisasi dari rasa keterikatan
untuk mencapai tujuan sehingga nilai dan norma dasar itu merupakan hakekat dari
kesepakatan. Kesepakatan itu terwujud dalam bentuk diterimanya asas demokrasi,
asas keadilan, asas negara hukum yang kemudian diwujudkan dalam bentuk
lembaga-lembaga.
[1] Prasaran Prof Soedimam ,
Fakultas Hukum dan Kemasyarakatan UI, hal 91
[2] Abdul bari Azed dan Makmur Amir,
Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI,Jakarta,2005,hal. 54
[3] Nuftoh Arfawie Kurde,Telaah
kritis Teori Hukum, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2005,hal 15
[4] Ultrecht, Pengantar Hukum
Administrasi Indonesia, Balai Buku Icchtiar, Jakarta, 1962, hal 9
[5] Prof. Dr Soetandyo
Wignjosoebroto, MPA, Konstitusi dan Kontitusionalisme,Laboratorium
Universitas Airlangga, Surabaya, 1996, hal 1-2
[6] C. S. T Kansil, Pancasila,
dan Undang-Undang Dasar 1945 Dasar Falsafah Negara, Pradya Paramita,
Jakarta, 1973, hal 154
[7] KC Wheare, Modern constitution, Oxford University Press London, 1960, hal 19.
[8] Dahlan Thaib, Jazim Hamidi,
Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi,
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 20-21
[9] http//www. Tugas Sekolah On
line.com, Hukum Internasional Konstitusi, 20 Maret 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar