Selasa, 24 April 2012


 
TEORI KONSTITUSI DAN PERKEMBANGAN
HUKUM TATA NEGARA
FUNGSI DAN MUATAN KONSTITUSI




Oleh :
KELOMPOK IV
Muhammad Prima Ersya 0921211007
Harry Tyajaya 0921211024
Rispalman 0921211026
Regina Malviani 0921211031



Fakultas Hukum
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
                                                                       2010


Fungsi Konstitusi Di Negara Hukum
1.1 Negara Hukum
Istilah rechtaat (Negara Hukum) adalah suatu istilah yang masih muda, baru muncul pada abad ke-19 jika dibandingkan dengan istilah terkenal lainnya dalam ketatanegaraan seperti demokrasi, konstitusi dan kedaulatan dan sebagainya. Menurut Prof. Soediman, SH adalah :
Istilah ini pertama kali digunakan oleh Rudolf Von Gneist (1816-1895), seorang guru besar di Berlin, Jerman, dimana dalam bukunya “das Englishe Verwaltungrecht”  (1875), ia mengunakan istilah rechstaat untuk negara Inggris[1].
Namun secara konsepsi, konsep negara hukum sudah dicetuskan sejak abad ke-17 di negara-negara eropa barat, bersama-sama dengan timbulnya perjuangan atas kekuasaan yang tidak terbatas dari penguasa yaitu raja yang berkekuatan absolut. Bentuk pemerintahan yang tiran sehingga pada masa itu kita mengenal revolusi Perancis[2].
             Cita negara hukum pertama kalinya dikemukakan oleh Plato dan dipertegas oleh Aristoteles. Menurut Plato, penyelenggaraan negara yang baik adalah negara yang diperintah dengan kontitusi dan berkedaulatan hukum, karena yang memerintah dalam negara bukan manusia melainkan pikiran yang adil, dan kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya suatu hukum[3]. Sesuai dengan filosof  Romawi kuno Cicero dengan ibi sosiates ibi ius, dimana ada masyarakat disitu ada hukum.
Konsep negara hukum dijalankan sejalan dengan pembagian kekuasaan, Jhon Locke membatasi kekuasaan penguasa negara dengan hak-hak warga negara yang dilindungi oleh negara, dalam hal ini terdapat tiga lapangan kekuasaan[4]:
  1. Kekuasaan legislative atau pembuat undang-undang
  2. Kekuasaan Eksekutif atau kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang dan mengadili
  3. Kekuasaan federatif atau kekuasaan yang menyangkut hubungan luarbiasa Negara.      
      Kemudian muncul teori Montesque yang membagi kekuasaan meliputi yudikatif, legislatif dan eksekutif. Kemudian JJ. Rosseau (1762) yang menyatakan teori kontrak sosial dimana individu berada dalam keadaan yang sederajat. Pembatasan kekuasaan bisa dilakukan dengan supremasi hukum dimana tindakan harus berakar pada hukum.
Di negara Anglo saxon konsep rechtstaat dikenal dengan istilah rule of law yang dipelopori oleh AV. Dicey, mengemukakan tiga unsur utama pemerintahan yang kekuasaannya di bawah hukum (the rule of law) yaitu;
  1. Supremasy of law artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi didalam Negara ialah hukum (kedaulatan hukum)
  2. Equality before law artinnya artinya persamaan dalam kedudukan hukum bagi semua warga negara baik secara pribadi maupun dalam kualifikasinya sebagai pejabat negara
  3. Contitution based on Individual Right artinya konstitusi itu bukan merupakan sumber dari hak-hak azazi manusia itu diletakkan dalam konstitusi itu hanya sebagai penegasan bahwa hak azazi itu harus dilindungi.
1.2 Fungsi Konstitusi
Konstitusi didefenisi sebagai ketentuan hukum yang disusun secara sistematik untuk menata dan mengatur pada pokok-pokok dan fungsi lembaga-lembaga pemerintah, termasuk dalam hal ikhwal kewenangan dan batasan lembaga itu. Dalam artinya yang lebih sempit, konstitusi diartikan sebagai dokumen yang memuat ketentuan-ketentuan hukum tersebut.
Untuk memahami makna konstitusi secara utuh dan menyeluruh orang haruslah membongkar dan menelaah seluruh isi blackbox yang menyiratkan ide-ide hukumnya dan tidak cukup kalau cuma menangkap proksi-proksi atau cuatan-cuatan indikatifnya yang tampak dipermukaan sebagai pasal-pasal perundang-undangan saja. [5]
Konstitusi dalam arti luas dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut sebagai undang-undang dasar, maupun tidak tertulis. Hampir semua negara memiliki kontitusi tertulis, hanya beberapa negara yang tidak memilki konstitusi dalam bentuk tertulis, di antaranya Inggris dan Israel. Kerajaan Inggris misalnya, dikenal sebagai negara konstitusional tanpa memiliki konstitusi tertulis atau undang-undang dasar. Artinya, nilai-nilai dan norma-norma yang hidup dalam praktek penyelenggaraan negara diakui sebagai hukum dasar di negara tersebut. 

Konstitusi tidak tertulis itu bersifat kurang tegas dan terang juga tidak sistematis. Tetapi sebaliknya ia tidak kaku seperti undang-undang dasar (tertulis) melainkan bersifat luwes mudah diubah sehingga mudahlah ia menyesuaikan diri dengan keadaan.[6] Membedakan secara prinsipil konstitusi tertulis dengan tidak tertulis adalah tidak tepat. Sebutan konstitusi tidak tertulis hanya dilawankan pada konstitusi modern yang lazim ditulis menjadi naskah.[7]
Herman Heller memperlihatkan konstitusi punya arti yang lebih luas daripada undang-undang dasar yaitu :
a.       Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat bukan Hukum melainkan sosiologis atau politik sebagai suatu kenyataan.
b.      Unsur-unsurnya hidup dalam masyarakat itu dapat dijadikan suatu kaidah hukum.
c.       Orang menulisnya dalam suatu naskah sebagi Undang-Undang yang tertinggi yang berlaku pada suatu Negara.

Dalam sejarahnya di dunia barat, konstitusi dimaksudkan untuk untuk menentukan batas wewenang penguasa, menjamin hak rakyat dan mengatur jalannya pemerintahan untuk mengatur kehidupan bersama dan cita-citanya dalam suatu negara. Selanjutnya kedudukan dan fungsi konstitusi ditentukan oleh ideologi yang melandasi negara.[8] Maka itu dapat dikatakan bahwa undang-undang dasar mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikan rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi. Gagasan ini dinamakan konstitusialisme.
Menurut Carl J Friedrich dalam bukunya Constitusional Goverment and Democracy, Konstitusionalisme ialah:
“ merupakan gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahkan oleh mereka yang mendapat tugas memerintah.”
Jika dilihat dari pendapat diatas maka cara pembatasan yang paling efektif ialah dengan cara membagi kekuasaan sehingga konstitualisme menyelenggarakan sistem pembatasan dengan efektif atas tindakan-tindakan pemerintah. Pada dasarnya pembatasan ini akan tercermin  dalam undang-undang dasar atau konstitusi sehingga konstitusi  mempunyai fungsi yang khusus dan merupakan perwujudan dan manifestasi dari hukum yang tertinggi (supremation of law) yang harus ditaati bukan hanya oleh rakyat tetapi oleh pemerintah serta penguasa sekalipun seperti pada perkembangannya :
1.      Dimulai pada tahun 1215, Di Inggris
Raja Jhon dipaksa untuk mengakui oleh beberapa bangsawan hak mereka yang kemudian dicantumkan dalam Magna Charta yang kemudian di pandang dunia barat sebagai permulaan dari gagasan konstitusionalisme serta pengakuan terhadap kemerdekaan rakyat.  
2.      Tahun 1778, Di Amerika
Adanya perjuangan pengakuan hak-hak asazi manusia dengan adanya Bill Of Right oleh Virginia di situ dicantumkan bahwa setiap manusia sebenarnya diciptakan untuk bebas dengan dikarunia hak-hak yang tidak dapat dirampas dan semua kekuasaan itu sebenarnya berasal dari rakyat.
3.      Tahun 1779, Di Perancis
Revolusi Perancis  muncul karena perlakuan raja–raja yang absolut  akibatnya diproklamirkan suatu pernyataan tentang hak-hak dan kemerdekaan rakyat yang terkenal sebagai declaration des droits de l’homme et du citoyen  yang menunjukkan adanya pembatasan akan kekuasaan raja.
4.      Negara-negara komunis
Konstitusi mempunyai fungsi ganda di satu pihak mencerminkan kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam perjuangan ke arah tercapainya masyarakat komunis dan merupakan pencatatan formil dan legal dari kemajuan yang telah dicapai. Di pihak lain konstitusi sebagai Undang-Undang Dasar memberkan rangka dan dasar hukum untuk perubahan masyarakat yang dicita-citakan dalam tahap perkembangannya.
Secara sederhana pada dasarnya konstitusi mempunyai fungsi, sebagai berikut :
  1. menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai suatu fungsi konstitusionalisme;
  2. memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah;
  3. sebagai instrumnen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal (baik rakyat  dalam sistem demokrasi atau raja dalam sistem monarki)  kepada organ-organ kekuasaan negara;
Menurut William G. Andrews, dapat dirumuskan beberapa fungsi konstitusi yang sangat penting baik secara akademis maupun dalam praktek, yaitu; (a) menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai satu fungsi konstitualisme; (b) memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintahan; (c) menjadi instrumen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal (baik rakyat dalam sistem demokrasi maupun raja dalam sistem monarki) kepada organ-organ kekuasaan negara. Selanjutnya, Thomas Paine menambahkan dengan fungsi-fungsi lain, yaitu; (d) sebagai kepala negara simbolik; dan (e) sebagai kitab suci simbolik dari suatu agama civil atau syari’at negara (civil religion).         
Henc van Maarseveen[9]  menyatakan “Constitutions are seen as a variable function of cult of national character”. Dari sudut pandang nasional, konstitusi suatu negara memiliki fungsi yang sesuai dengan situasi karakter bangsa yang bersangkutan serta dengan tujuan yang hendak dicapai negara tersebut. Selanjutnya Henc van Maarseveen menyebutkan fungsi konstitusi adalah
1.      Fungsi Ideologi
Konstitusi mengandung indoktrinasi (komitmen) ideologi sehingga konstitusi dipandang sebagai instrumen ideologi. Dengan kata lain konstitusi merupakan perumusan dari cita-cita awal didirikannya negara. Hal itu dirumuskan secara keseluruhan atau sebagian.
2.      Fungsi Nasionalistik
Konstitusi merupakan kontribusi dari perasaan semangat kebangsaan. Dalam kondisi seperti ini konstitusi dipandang memiliki fungsi integrasi.
3.      Fungsi Regulasi
Konstitusi memiliki fungsi menstabilisasikan dan mengatur kehidupan bernegara. Negara awalnya merupakan keinginan-keinginan politik yang belum stabil. Muncul dari kekuatan-kekuatan sosial maupun kekuatan-kekuatan politik dari luar. Selanjutnya konstitusi berfungsi menstabilisasikan keinginan-keinginan dan kekuatan-kekuatan politik tadi. Dengan kata lain konstitusi memberikan jaminan stabilitas dalam masyarakat dengan menentukan pola-pola sikap dan tindak-tanduk dari setiap elemen negara (individu, organ negara dan aparat).
4.      Fungsi Rasionalisasi
Konstitusi dalam kenyataannya merupakan pengungkapan dari keinginan-keinginan politik, tujuan-tujuan politik dan cita-cita negara yang formulasikan dalam terminologi yuridis. Konstitusi bukan lagi perwujudan keinginan cita-cita dan tujuan politik atau pernyataan ungkapan politik semata, tetapi sudah menjelma menjadi ungkapan yuridis (legal statement).
5.      Fungsi Hubungan Masyarakat
Konstitusi memiliki fungsi yang menimbulkan respek (mematuhi/rasa hormat) baik ke dalam maupun keluar. Maksudnya konstitusi berfungsi memasyarakatkan negara secara intern maupun ekstern.
6.      Fungsi Simbol
Konstitusi merupakan formulasi dari norma-norma dan nilai-nilai dasar kehidupan manusia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berproses membentuk nilai dan norma dasar. Nilai dan norma dasar itu tidak lain kristalisasi dari rasa keterikatan untuk mencapai tujuan sehingga nilai dan norma dasar itu merupakan hakekat dari kesepakatan. Kesepakatan itu terwujud dalam bentuk diterimanya asas demokrasi, asas keadilan, asas negara hukum yang kemudian diwujudkan dalam bentuk lembaga-lembaga.


[1] Prasaran Prof Soedimam , Fakultas Hukum dan Kemasyarakatan UI, hal 91
[2] Abdul bari Azed dan Makmur Amir, Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI,Jakarta,2005,hal. 54
[3] Nuftoh Arfawie Kurde,Telaah kritis Teori Hukum, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2005,hal 15 
[4] Ultrecht, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Balai Buku Icchtiar, Jakarta, 1962, hal 9
[5] Prof. Dr Soetandyo Wignjosoebroto, MPA, Konstitusi dan Kontitusionalisme,Laboratorium Universitas Airlangga, Surabaya, 1996, hal 1-2
[6] C. S. T Kansil, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945 Dasar Falsafah Negara, Pradya Paramita, Jakarta, 1973, hal 154
[7] KC Wheare, Modern constitution, Oxford University  Press London, 1960, hal 19.
[8] Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi,  PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 20-21
[9] http//www. Tugas Sekolah On line.com, Hukum Internasional Konstitusi, 20 Maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar