BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah
satu cita-cita bangsa Indonesia adalah untuk menyelenggarakan pemerintahan
secara benar (Good Governance) yang
merefleksikan nilai-nilai demokrasi dan mengedepankan asas kepastian hukum.
Cita-cita tersebut terdapat dalam penjelasan UUD 1945 yang secara jelas
memaparkan pentingnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Penjelasan UUD 1945 juga menyatakan bahwa bangsa Indonesia dalam
menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan kepada hukum dan bukan berdasarkan
kepada kekuasaan belaka. Terciptanya hukum yang baik dan terpadu tentu tidak
akan dapat tercapai dengan begitu saja. Harus dibutuhkan suatu sistem hukum
yang memang dapat menjawab dan menjadi alat untuk mencapai cita–cita bangsa
tersebut.
Indonesia
sebagai sebuah negara hukum harus selalu menjunjung tinggi hak asasi manusia[1]
(selanjutnya disingkat dengan HAM) dalam segala bentuk. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan oleh negara sebagai bentuk perlindungan terhadap HAM adalah
dengan memberi jaminan dan perlindungan agar setiap orang memiliki kedudukan
yang sama dihadapan hukum dengan tidak ada kecualinya. Adanya jaminan dan
perlindungan tersebut memberikan petunjuk akan pentingnya bantuan hukum guna
menjamin agar setiap orang dapat terlindungi hak-haknya dari tindakan hukum
yang diskriminatif sehingga apa yang menjadi tujuan negara untuk menciptakan
persamaan dihadapan hukum, dapat terlaksana karena berjalannya fungsi dari
bantuan hukum tersebut[2].
Hukum
acara pidana sebagai pedoman bagi aparat penegak hukum dalam proses peradilan
lahir pada tanggal 31 desember 1981. saat itu masyarakat dan semua kalangan
menyambutnya dengan suka cita karena KUHAP dianggap sebagai karya agung yang
menjunjung tinggi dan menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia serta
perlindungan terhadap Harkat dan martabat manusia sebagaimana layaknya yang
dimiliki oleh suatu negara yang berdasarkan atas hukum. tentunya dengan
lahirnya KUHAP banyak sekali harapan yang timbul dari berbagai kalangan.
Setelah
beberapa tahun dilaksanakan tentunya akan timbul pertanyaan mengenai praktek
pelaksaan KUHAP dewasa ini, apakah penegakan hukum melalui sistem peradilan
pidana sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan adakah
jaminan perlindungan hukum terhadap setiap orang yang memasuki sistem peradilan
pidana mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan maupun di lembaga
pemasyarakatan. Hak asasi manusia merupakan keinsyafan terhadap harga diri,
harkat dan martabat kemanusiaan yang menjadi kodrat sejak manusia lahir dimujka
bumi. Sejarah hak asasi manusia bersamaan dengan sejarah lahirnya manusia yang
timbul dan tenggelam sesuai dengan situasi dan kondisi yang menyertainya
Bantuan
hukum merupakan hal yang sangat esensial dalam menciptakan kehidupan yang adil
serta melindungi hak asasi manusia, dimana bantuan hukum yang diberikan
bertujuan untuk melindungi hak-hak masyarakat dalam hal tersangkut masalah
hukum guna menghindari dari segala macam tindakan-tindakan yang dapat
membahayakannya atau tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum. Tanpa
adanya bantuan hukum yang serius dari pihak-pihak yang memahami liku-liku
hukum, orang-orang miskin akan terdiskriminasi dihadapan hukum, bantuan hukum
akan mambantu mereka yang miskin itu untuk bisa ”berdiri sama tinggi dan duduk
sama rendah” dengan golongan-golongan lain yang mampu dihadapan hukum. Bantuan
hukum pun akan memulihkan kepercayaan mereka yang berada dilapisan bawah itu
kepada hukum, karena dengan bantuan hukum itu mereka akan didengar dan
ditanggapi oleh hukum dan para penegaknya[3].
Bantuan
hukum pada dasarnya sangat dibutuhkan pada setiap tingkat pemeriksaan, terlebih
terhadap terpidana yang sering sekali terabaikan hak-haknya, sering kali
terpidana tidak mengetahui akan hak-hak nya hal ini dikarenakan hak-hak yang
telah diatur oleh hukum tersebut tidak dilaksanakan dengan baik oleh
pelaksananya karena tidak sengaja tidak dilakukan ataupun karena si terpidana
tidak mengetahui akan adanya hak-hak tersebut[4].
Oleh karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan hak-hak tersangka maka saya
memberi judul tulisan saya yaitu “Fungsi
Penasehat Hukum Dalam Melindungi Hak-Hak Tersangka”
B.
Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah fungsi dari penasehat
hukum dalam melindungi hak-hak tersangka?
2. Bagaimanakah kaitan fungsi penasehat
hukum dengan sistem peradilan pidana?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Bagaimanakah Fungsi Dari Penasehat Hukum
Dalam Melindungi Hak-Hak Tersangka
Sebelum
masuk kedalam pembahasan sebaiknya terlebih dahulu dijelaskan mengenai bantuan
hukum. Pada masa lalu baik pada zaman penjajahan masyarakat sudah mengenal
advokat dan pokrol. Demikian juga pada tahun 50an sampai sebelum G-30-S PKI,
masyarakat masyarakat mengenal advokat dan pokrol yang sehari-hari berkembang
menjadi “pengacara” atau “pembela”, yakni mereka yang bergerak di bidang
pemberian jasa hukum sebagai profesi dan mata pencarian. Pengacara atau pembela
dalam kenyataan dan dalam pengertian masyarakat adalah pemberi bantuan hukum
bagi orang yang memerlukanya dengan imbalan jasa sebagai prestasi. Sifatnya
lebih mirip bisnis dan komersial. Sehingga bantuan hukum yang didapat dari
pengacara, pembela, advokat seperti sebuah komediti barang mewah yang hanya
dapat dijangkau oleh kalangan berduit[5].
Polemik
mengenai kinerja polisi yang mengutamakan non-scientific
investigation ini seolah menjadi akar budaya pola pemeriksaan bagi polisi
yang menemui jalan buntu[6].
Yang lebih banyak menggunakan segala bentuk intimidasi, ancaman, kekerasan
fisik maupun psikologis terhadap sesorang tersangka untuk memperoleh
keterangan. Sehinga dibutuhkan bantuan hukum dalam membela hak-hak tersangka. Yang
dimaksud dengan bantuan hukum adalah pembelaan yang diperoleh seorang terdakwa
dari seorang penasihat hukum. Sewaktu perkaranya diperiksa dalam pemeriksaan
pendahuluan atau dalam proses pemeriksaan perkaranya dimuka pengadilan[7].
Bantuan
hukum amat perlu bagi tersangka, dalam jurnal hukum online yang dipetik bila penyidik,
jaksa, atau hakim mengabaikan hak tersangka mendapatkan bantuan hukum,
akibatnya bisa fatal. Dalam kaitan itu, Hakim Agung Artidjo Alkostar
menyarankan perlunya dibuat mekanisme bagi hakim untuk mengecek apakah
tersangka/terdakwa sudah mendapatkan bantuan hukum yang layak atau belum.
Mekanisme itu penting lantaran hakim tidak melihat secara langsung BAP disusun
dan bagaimana penyidik mendapatkan pengakuan dari tersangka/terdakwa. Faktanya,
banyak pengakuan dari terdakwa di persidangan bahwa mereka ditekan selama
proses penyidikan, bahkan ada yang mengaku disiksa[8].
Bantuan
hukum juga menjadi jaminan perlindungan HAM yang terdapat dalam KUHAP dapat
dilihat dari adanya 10 asas yang memberikan jaminan dan perlindungan terhadap
HAM, antara lain sebagai berikut:
- Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak membedakan perlakuan
- Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan cara yang diatur dalam undang-undang
- Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut ataupun dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan berkekuatan hukum tetap.
- Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabklan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi
- Peradilan harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen pada semua tingkat peradilan
- Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memeproleh bantuan hukum yang semata-mata ditujukan untuk melaksanakan kepentingan pembelaaan atas dirinya
- Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukannya penangkapan dan atau penahanan selain wajib diberitahu apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan meminta bantuan penasehat hukum
- Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa
- Sidang pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum, kecuali dalam hal yang diatur oleh undang-undang
- Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
Sehubungan
dengan adanya ke 10 Asas yang menjamin perlindungan terhadap HAM dalam KUHAP
tersebut, hal ini membuktikan bahwa proses peradilan pidana sangat membutuhkan
adanya pemberian bantuan hukum kepada tersangka atau terdakwa serta terpidana
yang tidak mampu dan buta hukum, sebab bantuan hukum diberikan kepada mereka
yang membutuhkan dalam rangka menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia[9].
Serta untuk melakukan perubahan terhadap hukum-hukum yang tidak melindungi
hak-hak rakyat didalam sebuah Negara hukum. Bahkan bantuan hukum telah menjadi
alat untuk melakukan perubahan sosial[10].
Regulasi
mengenai bantuan hukum sudah mulai diatur secara khusus ketika tahun 1970, hal
ini dapat dilihat dengan keluarnya UU No.14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dalam UU tersebut menyatakan
secara tegas mengenai asas-asas dan dasar dari bantuan hukum, hal ini dapat
dilihat dalam pasal 35,36, dan pasal 37 dalam UU tersebut, namun kemudian
undang-undang tersebut dirubah menjadi Undang-Undang No. 4 tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman, bantuan hukum dalam undang-undang ini diatur dalam Bab VII
yakni pasal 37 sampai pasal 40 yang berbunyi sebagai berikut[11]:
1. Pasal 37
“setiap
orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum”
2. Pasal 38
“dalam
perkara pidana seseorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan atau
penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan advokat”
3. Pasal 39
“dalam
memberikan bantuan hukum sebagaimana dimaskud dalam pasal 37, advokat wajib
membantu penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi hukum dan keadilan”
4. Pasal 40
”ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 dan pasal 38 diatur dalam undang-undang”
Lebih lanjut penjabaran ketentuan yang
universal mengenai hak-hak tersangka tercantum dalam KUHAP, terutama pasal 54
sampai dengan pasal 57 (yang mengatur hak-hak tersangka atau terdakwa untuk
mendapatkan penasihat hukum) dan pasal 69 sampai dengan pasal 74 (mengenai tata
cara penasihat hukum berhubungan dengan tersangka atau terdakwa)[12].
Misalnya saja seperti yang terdapat dalam pasal 54 Undang-Undang Hukum Acara
Pidana tersebut yang berbunyi ” guna kepentingan pembelaan, tersangka atau
terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat
hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara
yang ditentukan dalam undang-undang ini.” dari bunyi pasal ini dapat diambil
kesimpulan bahwa untuk membela hak-hak tersangka/terdakwa, tersangka/terdakwa
tersebut berhak untuk didampingi seorang atau lebih penasehat hukum pada setiap
tingkat pemeriksaan.
Dan
didalam pasal 56 KUHAP juga mengatur bahwa ”dalam hal tersangka atau terdakwa
disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati
atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak
mampu diancam yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai
penasehat hukum sendiri. Pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka,
dan setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat 1 wajib memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma”.
Pengaturan
bantuan hukum dalam KUHAP tersebut untuk memberikan kepastian akan adanya
pemberian bantuan hukum kepada tersangka/terdakwa yang diancam dengan pidana
mati atau lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang
diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Meskipun pengaturan
bantuan hukum didalam KUHAP tersebut belum komprehensif, namun setidaknya telah
cukup memberikan dasar pemahaman bahwa tersangka dan terdakwa berhak untuk mendapatkan
bantuan hukum.
Lebih
lanjut pasal 69 s/d 74 KUHAP juga mengatur (hak dan tugas dari pada penasehat
hukum) seperti pasal 69 yang berbunyi ”penasihat hukum berhak menghubungi
tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan
menurut tata cara yang ditentukan oleh undang-undang ini”, dari bunyi pasal ini
dapat di ambil kesimpulan guna pembelaan tersangka/terdakwa pemberi bantuan
hukum (penasehat hukum) berhak untuk menghubungi tersangka/terdakwa pada setiap
tingkat pemeriksaan hal ini dilakukan penasehat hukum guna untuk melindungi
hak-hak tersangka/terdakwa. Setiap hubungan dan pembicaraan dilakukan tanpa
pengawasan dari pejabat penyidik atau petugas Rutan selama pemeriksaan perkara
dalam tingkat penyidikan dan penuntutan.
B.
Kaitan Fungsi Penasehat Hukum dengan Sistem Peradilan Pidana
Istilah
“criminal justice system” atau sistem
peradilan pidana kini telah menjadi suatu istilah yang menunjukan mekanisme
kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan dasar pendekatan
sistem. Menurut Mardjono, mengemukakan bahwa sistem peradilan pidana (criminal justice system) adalah sistem
dalam suatu masyarakat untuk menggulangi masalah kejahatan[13].
Menanggulangi diartikan sebagai mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas
toleransi masyarakat.
Selanjutnya
dikemukakan bahwa tujuan sistem peradilan pidana dapat dirumuskan[14]:
- mencegah masyarakat menjadi korban kajahatan
- meneyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan dapat ditegakkan dan yang bersalah dipidana
- mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.
Tahap
pemeriksaan diatur secara rinci dalam KUHAP yang pada prinsipnya memeberikan
kewenangan tertentu kepada lembaga (administratif-biokratis)
untuk melaksanakan sistem, mekanisme aturan, serta menjamin hak tersangka dalam
proses pemeriksaan[15].
Pada
kondisi itu peradilan pidana memiliki kekuasaan luar biasa besar, mulai dari
Kepolisian, Kejaksaan, Pengadian dan Lembaga Pemasyarakatan. Persoalanya
seberapa jauh tugas pemeriksaan perkara dilaksanakan seperti harapan banyak
pihak ditujukan terhadap peradilan, mampu atau tidak memberikan perlindungan
terhadap masyarakat, karena kecenderungan selama ini muncul adalah bahwa
peradilan pidana lebih bersifat formal administratif/birokratis. Hal ini muncul
sebagai konsekuensi dari semakin superiornya peradilan dan persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan fungsi administrasi peradilan untuk menanggulangi
kejahatan[16].
Menurut
Satjipto Rahardjo yang dikutip oleh Anton F Susanto. Hal demikian disebabkan
oleh pengaruh kontinental. Dalam administrasi keadilan tampak lebih menonjol
pendekatan administrasi daripada hukum, yaitu lebih memikirkan tentang
efisiensi kerja lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses mengadili tersebut.
Pendekatan administrasi tersebut beberapa dekade ini terakhir ini didukung oleh
penggunaan analisis sistem dan pendekatan sistem atau rancangan sistem[17].
Jika
dikaitkan dengan pendapat Romli dalam tujuan sistem peradilan pidana, maka
penasehat hukum berguna untuk menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi
sehingga masyarakat puas bahwa keadilan dapat ditegakkan dan bersalah pidana.
Serta mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan. Hal ini membuktikan bahwa
penasehat hukum membantu tersangka dalam menghadapi masalah-masalah hukum.
Serta
penasehat hukum berguna sebagai pencegah peradilan pidana seperti Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga pemasyarakatan agar tidak terjadi penyalah
gunaan wewenang. Hal ini penting bagi tersangka yang tidak tahu akan hukum
sehingga penasehat hukum dapat menolong tersangka. Serta dapat mempercepat
administrasi di lembaga peradilan pidana yang membuat efisiensi kerja menjadi
gampang dan tidak mempersulit tersangka.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi penasehat hukum dalam
melindungi hak-hak tersangka sudah diatur didalam KUHAP. Dari penjabaran di
atas fungsi penasehat hukum dalam melindungi hak-hak tersangka adalah:
- mewakili tersangka dalam menegakkan keadilan.
- melindungi hak asasi manusia
- membantu tersangka di dalam maupun di luar pengadilan
Untuk
penegakan keadilan penasehat hukum juga berperan besar, yang berguna sebagai
pencegah kekuasaan yang berlebih dari para penegak hukum yang lain. Penasehat
hukum menolong tersangka dari sistem administrasi yang berbelit serta mencegah
tersangka menjadi korban kejahatan dari para penegak hukum. Sehingga tujuan
sistem peradilan pidana dapat tercapai.
Hai saya mahasiswa dari Universitas Islam Indonesia makalah yang sangat bagus ..
BalasHapusterimakasih ya infonya :)
makasih kembali gan...
BalasHapus